Sabtu, 30 Juni 2012

Saat Komunitas Berevolusi Menjadi Industri

        Distribution Outlet,ya...atau yang sering kita dengar dengan istilah Distro ini memang sudah tidak asing lagi di telinga kita sebagai youth culture. Distro mulai dikenal pada awal tahun 2000 silam, dengan beberapa distro sebagai pelopor. Bandung dan Jakarta bisa disebut sebagai kota asal mula adanya distro, karena dari sanalah distrodistro kecil mulai berdiri. Sebut saja Ouval Research, Eat 347 dan Cosmic yang lebih dulu dikenal di kota Bandung, yang hingga kini masih eksis bahkan semakin dicari orang. Mulai dari situ, kini distro sudah seprti warung rokok yang ada dimanamana, bahkan di setiap kota kita dapat menjumpai distro mulai dari yang kecil sampai yang besar.
            Apa sih sebenarnya distro itu? Mungkin pertanyaan ini yang sekarang menjadi tanda tanya besar. Ya...distro atau distribution outlet adalah sebuah alternative untuk para penggerak scene indie yang tidak memiliki modal tapi bisa menghasilkan sebuah kreativitas untuk memasarkan hasil karyanya tersebut. Oleh sebab itu, distro juga tidak bisa dipisahkan dari culture indie. Sehingga para seniman urban tetap bisa memajang hasil karyanya dan menjualnya lewat distro. Sebenarnya tidak terbatas pada clothing saja, tapi bisa juga segala macam karya urban art lainnya. Hal lain yang dapat dijadikan ciri khas distro adalah dari sebuah distro yang ada pasti akan membentuk komunitasnya sendiri, karena tujuan utama distro adalah membentuk suatu komunitas urban yang dapat berkreasi di dalamnya.
            Dan seiring berjalannya waktu, distro semakin digemari oleh para youth culture untuk berbelanja pakaian daripada di mall atau factory outlet. Hal ini disebabkan karena barangbarang yang dijual di distro tidak kalah kualitasnya serta harganya jauh lebih murah dengan yang dijual di mall ataupun factory outlet. Selain itu, untuk masalah perkembangan trend pakaian yang ada, distro selalu update, misalnya untuk masalah desain yang diutamakan oleh youth culture. Tentu ini sangat menarik konsumen, apalagi mengingat youth culture yang sedang dalam masa labil dan mudah untuk dibawa arus seturut dengan perkembangan yang ada.
            Dari sinilah mulai terjadi pergeseran makna dari distro menjadi factory outlet. Mengapa demikan? Yaitu di saat distro kini mulai meninggalkan esensi dan rootsnya. Yang tadinya sebuah distro sama sekali tidak berorientasi pada profit semata, namun kini profit adalah tujuan utama orang membuat distro. Selain itu, sudah tidak ada komunitas di dalam distro tersebut karena semua telah berubah menjadi industri. 
            Siapa yang patut dipersalahkan dalam hal ini? Sangat kompleks bila kita membicarakan hal tersebut, karena banyak pihak yang telah merubah esensi ditro dari sebuah komunitas menjadi sebuah industri. Mulai dari para oportunis yang membuat distro hanya untuk mengejar profit, dan jika dilihat dari latar belakangnya tidak jelas kemana juntrungannya. Hal ini banyak terlihat dari distrodistro kecil yang kian banyak namun juga kian menghilang. Selain itu juga dari clothingnya sendiri, banyak yang asal dalam membuat clothing, yang penting laku, mungkin itu tujuannya. Dapat dilihat dari desain yang hanya mengekor desaindesain clothing yang sudah ada. Parahnya lagi, dari para clothingannya sendiri, lihat saja para brandbrand yang banyak dicari orang, mereka sudah menerapkan sistem jual putus karena mereka sudah masuk ke industri yang jelas tidak mau rugi jika tidak laku, biar distronya saja yang rugi. Sungguh ironis memang keadaan seperti ini, ketika sudah tidak ada lagi saling mendukung antara clothing dan distro yang menjual barang mereka.
            Mungkin memang kita tidak bisa munafik. Siapa sih yang mau rugi terus? Kapan bisa berkembang jika kita hanya mengandalkan konsinyasi? Iya kalau barangnya laku,kalau tidak gimana? Banyak sekali faktorfaktor yang muncul ketika melihat latar belakang evolusi yang terjadi pada sebuah distro. Lalu sekarang siapa yang akan peduli pada senimanseniman urban yang masih benarbenar mengandalkan distro untuk memasarkan barangnya? Bisa dijawab tidak ada lagi. Karena bisa dibilang kalau sekarang ini sudah tidak ada lagi distro, karena semua sudah menjadi industri dan semua telah berubah menjadi factory outlet seperti yang lainnya.
              Hal ini lagi-lagi didukung oleh EO-EO yang sekarang makin banyak bermunculan membuat eksebisi-eksebisi clothing. Taglinenya sih “Exhibition Indie Clothing”, tapi pada kenyataannya sama saja, hanya mengejar profit semata. Yang tadinya eksebisi semacam ini hanya diadakan setahun sekali dengan tujuan memang sebagai eksebisi para clothing indie, sekarang hampir setiap bulan di berbagai kota diadakan eksebisi semacam ini. Lagi-lagi anak mudalah yang menjadi sasaran empuk oleh para pembuat event tadi. Yang tadinya eksebisi tersebut hanya sebagai ajang untuk memamerkan produk-produk buatan lokal, kini mereka resmi berjualan dengan varian diskon yang menarik,ya...yang penting dagangan mereka laku. Sekali lagi bisa dibilang sangat ironis.
            Well, sekarang siapa yang mau bertanggungjawab akan fenomena semacam ini? Jelas tidak ada yang mau dipersalahkan, dan jangan saling menyalahkan. Ya, karena semua pihak sekarang sudah berorientai sama, yaitu keuntungan semata. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar