Kamis, 24 Januari 2013

Scene Indie, Gigs dan Uang

Indie label, seperti kita ketahui bersama label ini saat ini sudah tidak terdengar asing di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Banyak sekali band-band yang mengaku berorientasikan indie. Walau sesungguhnya masih banyak yang masih salah mengartikan indie yang sesungguhnya. Hanya sekedar independen, mungkin istilah itu yang kebanyakan dipakai untuk band- band saat ini. Namun konsep cutting edge yang sebenernya menjadi roots sebuah band indie dilupakan. Hal ini bisa terlihat dari seragamnya aliran musik yang menjamur, jarang ada yang memunculkan keunikan atau sekedar ciri khas musik mereka. Sangat kompleks jika kita akan membicarakan menganai hal ini, maka alangkah lebih baik jika ada batasan yang dipakai di dalam tulisan ini. Dalam tulisan ini tidak akan dibahas sepenuhnya tentang indie label, namun lebih ke fenomena gigs dan band indie yang saat ini jarang ditemui di Yogyakarta khususnya. Jika kita melihat fenomena ini, akan tidak jauh datang dalam pikiran kita adalah masalah orientasi. Apalagi kalau bukan “Money Oriented”.
Jika diingat beberapa tahun silam, ya antara tahun 2000-2007an lah kira-kira, banyak sekali bermunculan band-band indie di Yogyakarta yang memang bisa dibilang mumpuni dan bisa bersaing dengan band di mayor. Selain itu juga banyak kita jumpai gigs-gigs kecil yang benar-benar memfasilitasi band indie tadi untuk berekspresi dan memamerkan musiknya ke masyarakat awam. Gigs inilah yang menjadi cikal bakal tumbuh dan berkembangnya musik indie di Yogyakarta. Sebuah gigs bisa dijadikan fasilitas yang efektif untuk mereka band indie yang musiknya kurang bisa diterima di kalangan luas. Selain itu, gigs juga bisa dijadikan ajang bertemu dan berkumpulnya berbagai komunitas musik yang ada untuk sekedar sharing dan menjalin silaturahmi satu sama lain. Dari fenomena ini bisa dilihat adanya simbiosis mutualisme yang sangat erat antara komunitas indie dengan sebuah gigs atau konser musik kecil yang sejenis. Suatu kondisi yang sangat enak dilihat dan dinikmati saat itu.
Namun semuanya itu kini hilang ditelan bumi. Ya, memang sedikit lebay didengarkan. Mungkin lebih tepatnya jarang kita temui khususnya di Yogyakarta. Seperti yang sudah dibahas di awal, jarang bermunculan lagi band-band indie yang memang berkualitas seperti dulu, dan semuanya seakan seragam. Selain itu, juga jarang lagi kita temui gigs-gigs kecil yang memang dibuat untuk ajang ekspresi para komunitas indie seperti dulu. Fenomena lain yang terlihat adalah dari band indie yang terdahulu. Ada dua kemungkinan besar dari mereka di waktu sekarang, yang pertama adalah mereka sudah membuat album sehingga enggan untuk main di sebuah gigs kecil yang notabene tidak mendapatkan uang dari penyelenggara. Dan kemungkinan yang kedua adalah mereka bubar karena kesibukan masing-masing personil. Ya, seperti inilah gambaran yang ada untuk scene indie di Yogyakarta.  Money oriented yang menjamur juga tidak hanya datang di band atau komunitas indienya saja, namun juga dari para penyelenggara gigs yang sekarang sudah berorientasi pada uang semata. Banyak oknum yang memanfaatkan keeksisannya dulu untuk sekarang membuat acara yang memang lebih besar dan mewah asalkan bisa mendatangkan banyak rupiah, walau konten dan konsep acaranya tidak jelas dan cenderung menguangkan komunitas indie yang mereka ajak. Acara gigs saat ini jarang yang benar-benar untuk sekedar menjadi fasilitas untuk para band indie mengekspresikan musik dan komunitasnya, sebuah acara yang sekedar dijadikan ajang silaturahmi untuk lebih mengakrabkan sesama komunitas indie di Yogyakarta. Lalu dimanakah idealisme dan roots mereka sebagai penggerak indie di Yogyakarta? Apakah semuanya harus dibiarkan hilang dan terkubur seiring dengan kebutuhan perut yang semakin mendatangi mereka? Karena disini berbicara masalah idealisme, berbicara mengenai orientasi dan berbicara mengenai seni.  Lebih parahnya lagi jika kita bisa melihat fenomena ada beberapa oknum yang benar-benar menjual band-band indie yang sekiranya memang bisa menguntungkan oknum tersebut. Contohnya aja oknum A yang memang namanya sudah terkenal sebagai pembuat gigs-gigs jaman dulu. Oknum A ini melihat band-band indie yang dia rasa berkelas dan bisa untuk dia jual, sehingga dia menawarkan untuk menjadi manajer band tersebut dan mematok harga dan berbagai rider yang sudah diluar standart untuk sebuah band indie. Inilah fenomenanya.
Seiring dengan berjalannya waktu, fenomena ini bisa dibilang semakin menjadi-jadi. Dan kini bahkan diperparah dengan fenomena band indie yang lebih memilih untuk jual mahal apa yang mereka miliki. Maksudnya disini adalah, semakin jarangnya gigs yang memfasilitasi mereka, mereka pun juga jarang main karena untuk masyarakat jaman sekarang banyak yang belum tahu band-band indie yang dulu seperti apa. Padahal mereka atau band-band indie yang sudah lama berdiri ini sekarang sudah melahirkan album-album, sehingga untuk mainpun mereka sudah mematok harga khusus. So, kalo masyarakat jaman sekarang belum atau bahkan tidak tahu siapa mereka dan bagaimana musik mereka bagaimana mereka bisa main dan dibayar? Intinya disini adalah, saat ini sudah tidak ada lagi fasilitas bagi mereka untuk memamerkan siapa mereka, sudah tidak ada media yang efektif untuk memasarkan mereka. Sedangkan jika ada orang-orang baru yang mau menjadi fasilitas bagi mereka band indie untuk memamerkan kreativitasnya, mereka malah sok jual mahal dan cenderung menganggap remeh orang-orang baru ini. Padahal kalau tidak ada orang-orang baru ini siapa lagi yang bisa mereka manfaatkan untuk menjadi fasilitas mereka? Tidak ada feedback yang menyenangkan dari mereka band-band indie lama yang sekarang jarang main untuk kembali dinaikkan lagi namanya oleh orang-orang baru yang bersimpati atas scene indie Yogyakarta. Okelah kalau mereka masih sering main dan laris dipasaran, kalau main saja tidak pernah dan masih sok jual harga mahal untuk sebuah gigs kecil? Harus bagaimana menanggapi band-band semacam itu? Pertanyaan ini yang harusnya ada dalam pikiran mereka masing-masing.
So, sekarang siapa yang patut untuk disalahkan atas fenomena ini? Karena kesimpulannya dari tulisan di atas adalah bisa dibilang “Money Oriented” membuyarkan semua idealisme yang ada. Ketika semuanya sudah terpojokkan masalah uang, idealisme disingkirkan jauh-jauh. Kesimpulannya lagi adalah sudah tidak ada hubungan simbiosis mutualisme yang terlihat antara band dan gigs yang ada. Semuanya seolah berjalan sendiri dan sudah tidak saling mendukung satu sama lain. Jika semuanya terus seperti ini, maka tidak akan ada solusi yang tepat untuk menyelamatkan scene indie di Yogyakarta khususnya. Harus ada sesuatu yang mau difasilitasi dan memfasilitasi, dengan kesadaran seperti ini maka keadaan scene di Yogyakarta bisa kemabali seperti beberapa tahun silam.

Regards untuk scene indie Yogyakarta. Sukses selalu untuk scene indie Yogyakarta.

Jumat, 03 Agustus 2012

NOLDUANOLDELAPANDUARIBUDUABELAS

Entah apa yang aku rasakan pada hari itu. Hari rabu tepatnya. Berubi-bertubi kejutan yang aku terima dari orang-orang terdekat begitu membuat perasaan ini sudah tidak bisa lagi berkata untuk menggambarkannya. Mulai dari ulah kawan-kawan yang dengan segala keisengannya membuat seluruh badan ini tidak bisa bergerak dan beraroma absurd sekali. Entah dengan bahan kimia apa saja mereka mencampur dan melumurkan di seluruh badan ini. Sebuah momen yang sangat indah, ketika hal kecil ini begitu indah jika dilihat maknanya. Perhatian. Ya, itu maknanya. Belum berhenti disitu saja, karena tiba-tiba seorang kawan lagi yang sudah dibawah pengaruh alkohol datang dan lagi-lagi membuat aroma tubuh ini sudah tidak jelas lagi. Tiga kali tepatnya aku harus membersihkan badan di malam yang begitu dingin menerpa kota ini. Rumah ini seakan sudah menjadi kapal pecah yang berantakan dan puing-puing material yang tadi menimpaku tercecer dimana-mana.
Pukul lima pagi tepatnya ketika semua sudut rumah akhirnya berhasil untuk dievakuasi dari puing-puing itu. Dan tubuh serta mata sudah tidak lagi bersahabat karena kelelahan yang sangat terasa. Akhirnya sebuah kamar menjadi tempat berlabuh dan beristirahat sejenak. Dan......Surprise....Seorang #Kamu yang tadinya ijin untuk pergi ke Jakarta sukses membuat aku terbangun dari istirahatku yang sejenak. Dengan sepotong rainbow cake ditangan dihiasi empat lilin kecil yang memaksaku untuk membuat make a wish dan meniupnya. Ditambah pemberian sebuah kotak kecil yang berisi kunci dan aku harus lagi-lagi dipaksa untuk mencari sebuah harta karun yang bisa dibuka untuk kunci itu. Rasanya badan ini enggan sekali untuk bergerak dan repot mencarinya. Tapi karena #Kamu dan aku harus mencari sebuah kotak harta karun. Dan lagi-lagi, surprise yang tak kunjung berakhir setelah melihat isinya.......
Dan lupakan momen itu, walaupun momen itu begitu berharga dan bermakna. Tapi menurutku ada yang lebih bermakna dari itu semua. Dibawah teriknya matahari siang itu, akhirnya aku bisa melihat senyummu yang tiba-tiba mengembang setelah membuka pintu sebuah kendaraan roda empat itu. Mungkin begitu sederhana apa yang terlihat, namun harapan dari barang itu yang terlalu suci dan berharga. Seiring dengan melajunya kendaraan roda empat itu, #Kamu mulai dengan senyum dan sedikit berkata-berkata sebelum akhirnya sebuah janji suci itu terlontar di antara kita.
Ya...tanggal ini sekarang sudah tidak hanya menjadi momen ulang tahunku saja. Namun juga menjadi pengingat dari janji manis kita dibalik panasnya kota di siang itu. Akhirnya setelah proses yang tidak begitu gampang, namun berliku dan berkelok, semua tembok penghalang dan segala prinsip terpatahkan. Semua yang dulu ditakutkan dan selalu menjadi ganjalan kini sudah terhapuskan. Sekarang janji itu sudah terlontar diantara kita berdua. Sebuah status sosial sudah tertulis diantara kita berdua. Semua pengharapanku untuk masa depan denganmu kini sudah terbuka. Walau aku tahu semua proses itu belum berakhir sampai disini. Masih panjang proses yang harus kami berdua lalui untuk masa depan. 
Tetaplah berproses dan tetaplah untuk menjadi teman dalam berceritaku.

Dari aku yang akan selalu bercerita

Rabu, 01 Agustus 2012

Dua Empat

Yogyakarta, 2 Agustus 2012
Menikmati malam ini seperti malam biasanya, tidak ada yang istimewa dan tidak ada yang terlihat berbeda. Masih bersama kawan-kawan dan tiga anjing kecil yang selalu meramaikan sebuah rumah di sudut kecil kota ini. Malam ini angin berhembus begitu dingin, sampai masuk ke setiap sudut rumah ini. Nampak tenang dengan sedikit bercandaan dari beberapa anak muda. Sungguh malam ini seperti malam-malam biasanya.
Keheningan malam ini seakan mengiringi detik jam yang terus menuju ke pukul 12 malam atau tepat pukul 0 di tanggal 2 Agustus. Dan tanpa disadari ternyata di malam ini tepat di angka dua empat seorang anak muda dari Semarang ini merayakan hari lahir.
Dua empat. Ya....mungkin angka ini terlihat biasa saja, tanpa ada yang istimewa seperti angka-angka yang lainnya. Namun dua empat kali ini dimaknai sangat dalam olehku. Oke, ini adalah usiaku sekarang. Usia yang tentunya bukan anak-anak lagi, dan juga bukan remaja lagi, namun sudah ke jenjang yang lebih dewasa. Dua empat, yang ternyata dulu orang tuaku di usia ini sudah mempunyai anak, yaitu aku. Namun aku, sekarang, di usia ini belom menjadi apa-apa. Bahkan lulus dari study pun belom juga tercapai. 
Seolah malam ini mengingatkan kembali di masa-masa silam. Yang tepat di tanggal ini juga selalu merayakannya bersama orang tua. Dengan kecupan kecil sang ibu di kening yang membuat hati seakan bangga. Tidak peduli akan harta, tidak peduli dengan kado dan tidak peduli dengan surprise yang biasanya diharapkan setiap orang yang merayakannya. Hanya membutuhkan orang-orang tersayang ada di dekat kita itu sudah cukup membuat bahagia. Karena bahagia itu sederhana dan murah, namun maknanya sangat dalam.
Banyak harapan dan cita-cita yang belom dapat digapai hingga usiaku yang sudah banyak ini. Aku sadar akan keterbatasan diri yang selalu menjadi penghambat akan cita-citaku. Namun sekali lagi, cita-cita adalah harapan yang pantas untuk diperjuangkan. Dan akan selalu aku berusaha untuk dapat meraihnya. Harapan demi harapan terlontar dari mulut kecil ini. Namun harapan kecil yang seakan sangat berarti adalah harapan untuk dapat segera membanggakan orangtua dengan apa yang biasa disebut orang dengan "title". Harapan itu yang akan selalu aku ingat untuk segera aku raih di angka dua empat ini. 
Yang jelas, dua empat ini aku sangat rindu dengan masa-masa bisa bersama dengan orang tersayang melewati momen berharga ini. Sekian.

Happy Birthday..Happy Birthday..Happy Birthday to me..............
Wish You All The Best....
-Dua Empat-